Minggu, 16 Maret 2014

Berbisik dengan hati ragawi yang berevolusi






Tak mungkin engkau bisa, manakala engkau tak biasa
Tak mungkin juga engkau biasa ketika tak di paksa
Bisa karena biasa. Terpercaya karena kita ada punya rasa
Punya pilihan sebagai hakekat keberadaan
Kholipah di bumi alam

Ada ada karena punya jiwa yang terpatri sebagai insan
Mahluk manusia di bumi alam
Terpancar keindahan terpancar kesucian indahnya kehidupan
Kholipah di bumi alam
Itulah hakekat keberadaan sebagai insan kesucian

Kenapa hari ini tak bekerja, kenapa juga jadi tersiksa
Bilakah kita benar ada. Punya jiwa kholipah di jagat raya

Bilakah benar kita punya rasa kenapa hari tak bekerja
Raga tak memulyakan rasa, sebagain insan yang mulya
Tentulah kesia sia itu berlalu..
penderitaan mengilhami kehidupannya

Kenapa ragawi tak memulyakan rasa
Raga tak meulyakan pilihan sebagai hakekat keberadaan
Kehidupan yang teramat membahagiakan
Indahnya pancaran tuhan bersanding di kehidupan

Nurani tak kau miliki. Raga tak ada kesucian hati
Mana yang dapat ngkau hadirkan dikehidupan
Indahnya dikesucian, nikmatnya dikehidupan
Penderitaan mengilhami kehidupannya

Pekak dengan keadaan, terasa di kehidupan
Raga kau mulyakan hati kau sucikan
Terpapar indahnya kehidupan di bumi Alam

Apa yang dapat ngkau sampaikan dalam buritan kehidupan
Mengikuti keinginan hati yang tak peduli
Tentualah kita Berjaya di sepanjang masa

Alur kita berpikir, bertafakur menatap hati,
bekerja beralaskan rimba raya, lantai tertatata  indah
Tanah mengegliat menyuarakan kesahduan
Keindahan akan hari ini tak dimilikinya lagi

Tak tahu dan harus bagaiamana, hidup bersimbah sedih meruah
Berjalan bertopangkan kayu, dengan sehelai baju di badan
Apa yang dapat ku sampaiakan detik dunia diakhir keterpurukan

Sungguh sudah jauh melangkah, beriringan tak sepadan dengan harapan
Tak tahu dan harus bagaimana kulangkahkan, kaki beralaskan dedauanan kering
Sungguh nista dalamnya hidup, kejam mewarnai keangkaramurkaan

Betapa hidup ini sungguh kelam, tak berandai rantingpun berjatuhan
Sekeping emas di tangan, tak adakah sesuatu yang menghampirinya
Tak adakah seseorang yang ingin memilikinya.

Berduka sungguh berduka, bersedih tak beralaskan baju
Menghilang diketinggian, merajut tak kesampaian
Mahkota alam menghilang dengan gamblang sungguh tak kelihatan
Tak ada jejak tak ada kesudahan, sebulan lamanya aku menunggu
Menanti akan kasih yang sejati

Semasa aku berjalan, semasa itupula aku banyak terdiam
Melihat kekanan dan kekiri, berujung dipangkal keteduhan hati
Disanalah mulai banyak orang menyebrang melintas tanpa batasan
Berjalan menyebrang arus sungai yang dangkal. Terlihat disisi kiri
Sisi kanan yang tenang dengan aora kidung tuhan





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar